Siang itu tanggal 20 Maret 1992. Di sana, di hamparan salju putih,
sesosok tubuh tinggi besar sedang berjuang keras melintasi tanjakan
dengan kemiringan 40 derajat pada ketinggian 6.700 meter. Niatnya sudah
bulat. Ia akan mengibarkan Sang Merah Putih dan Panji Mapala UI di
Puncak Aconcagua. Ya, puncak tertinggi Amerika Selatan itu hanya tinggal
200 meter lagi! Meski semangat terus membara, namun gerak tubuh itu
kian perlahan. Sekilas ia teringat Didiek Samsu, yang juga keletihan dan
kini beristirahat tak jauh di bawahnya. Lalu tarbayang wajah mungil
Melati, anaknya. Karina, isterinya. Juga wajah-wajah keluarga yang
dicintainya. Serta para sahabatnya yang sering menyuruhnya kembali.
Iapun meringis.. "Aku akan sampai ke puncak. Kini aku akan istirahat
sejenak." pikirnya. Tak lama kemudian matanyapun terpejam. Rasa letih
dan kantuk itu telah membiusnya dan mengantarkan jiwanya ke puncak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar